Home / Peristiwa / Kasus WNA di Agam: Zahira Berjuang Agar Ibunya Tak Dideportasi

Kasus WNA di Agam: Zahira Berjuang Agar Ibunya Tak Dideportasi

Sumbar Bersuara – Kasus detensi seorang Warga Negara Asing (WNA) berinisial NA atau Nur Amira di Kantor Imigrasi Agam, Sumatera Barat, menyita perhatian publik. Polemik ini semakin menjadi sorotan setelah putri NA, Zahira, siswi SMP di Lima Puluh Kota, berjuang seorang diri agar sang ibu tidak kembali dideportasi ke Malaysia.

Kepala Kantor Imigrasi Agam, Budiman Hadiwasito, memastikan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kakanwil Imigrasi Sumbar dan Ombudsman terkait persoalan tersebut. Menurut Budiman, berdasarkan dokumen resmi, NA merupakan warga negara asing murni, dengan ayah berkewarganegaraan Malaysia dan ibu berasal dari Singapura. Oleh karena itu, ia tidak memiliki garis keturunan Indonesia.

Budiman menjelaskan, meskipun NA telah puluhan tahun tinggal di Indonesia dan bahkan pernah memiliki KTP yang bukan haknya, hal itu tidak menjadikan dirinya sebagai WNI. Pada tahun 2024 lalu, NA sudah pernah dideportasi ke Malaysia menggunakan dokumen perjalanan darurat dari perwakilan Malaysia. Namun, karena mengaku sebagai WNI dan menunjukkan foto KTP di ponselnya, ia sempat bermasalah dengan otoritas Malaysia hingga akhirnya dipulangkan kembali ke Indonesia dengan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

Kisah Zahira pun menambah sisi lain dari persoalan ini. Sejak SPLP ibunya dibatalkan oleh KJRI Johor Bahru, NA kembali ditahan di ruang detensi Imigrasi Agam. Selama sepekan, Zahira terus mendatangi kantor imigrasi untuk menjenguk sang ibu, meski harus menempuh perjalanan seorang diri menggunakan kendaraan umum. Ia bahkan rela meninggalkan sekolah demi bisa menemui ibunya.

Zahira tak tinggal diam. Ia menulis surat kepada Ombudsman dan juga kepada pihak Imigrasi Agam, memohon agar ibunya tidak lagi dideportasi. “Demi ibu, apapun akan Zahira lakukan, termasuk cuti sekolah. Namun setelah itu Zahira akan rajin belajar lagi,” ungkapnya lirih.

Sementara itu, Budiman menegaskan, meski NA akan dipulangkan ke Malaysia, pihak imigrasi tetap mempertimbangkan aspek Hak Asasi Manusia. Ia menegaskan, NA tidak akan dikenakan penangkalan sehingga tetap memiliki peluang masuk kembali ke Indonesia dengan dokumen resmi, seperti paspor Malaysia dan visa yang sah, untuk bisa bertemu anaknya.

Kasus ini menjadi pelajaran penting, kata Budiman, agar setiap orang menghormati aturan keimigrasian yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan masalah hukum maupun persoalan kemanusiaan di kemudian hari.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *